
Kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allāh Tabarāka wa Ta’ala, Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, kepada para sahahabatnya, keluarganya dan umatnya yang setia mengikuti tuntunannya hingga akhir nanti.
Pada kesempatan kali ini, in syā Allāh kita memperlajari bagaimana cara mengoptimalkan waktu.
Bagaimana supaya waktu kita optimal, sehingga dengan waktu yang sama kita bisa meraih sesuatu yang lebih banyak dibandingkan orang lain.
Ada beberapa point in syā Allāh, kita mulai dengan point yang pertama.
JANGAN MEMBIARKAN WAKTU KITA KOSONG TANPA AKTIVITAS YANG BERMANFAAT
Kalau sekedar aktivitas, ya ada aktivitas. Ngelamun juga aktitas. Tapi yang kita maksud di sini adalah, kalau seandainya ada waktu kita yang kosong segera isi dengan sesuatu yang bermanfa’at, apapun itu. Bermanfa’at buat dunia kita atau untuk akhirat kita.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam Al Qurān, surat Al Insyirāh ayat 7 memotivasi kita. Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
“Kalau kamu sudah selesai melakukan suatu pekerjaan, maka lanjutkan dengan pekerjaan lainnya.”
Wah, berarti kesel ustadz?
Istirahatnya di mana ustadz?
Refreshingnya di mana?
Kata sebagian ahli pendidikan :
الرَّاحَةُ فِي تَبَادُلِ الَأعْمَلِ
“Istirahatnya seorang muslim itu adalah pergantian pekerjaan.”
Kadang-kadang kita jenuh tidak dengan pekerjaan kita?
Supaya tidak jenuh bagaimana? Ganti pekerjaan.
Makanya kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla :
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
“Kalau kamu sudah selesai melakukan pekerjaan, lakukan pekerjaan lain.”
Dan ini konotasinya bukan dalam perkara duniawi. Dan bukan berarti dalam agama kita tidak mengenal adanya istirahat.
Ada, hanya saja istirahat di dalam konteks agama kita itu bukan hanya sekedar tidur terus, tidak.
Yang namanya hiburan dalam agama kita ada, refreshing ada. Tetapi tidak refreshing yang berbau negatif.
Ini adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam Al Qurān Surat Al Insyirah Ayat 7.
Dalam hadist Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga sama. Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda:
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغُلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfa’atkanlah 5 perkara sebelum datangnya 5 perkara, waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, hidupmu sebelum datang matimu.”
(Hadits riwayat Al Hakim dalam Mustadraknya 4:341, dishahihkan oleh beliau dan Syaikh Al Albani)
Kita sebutkan yang terkait dengan pelajaran kita saja. Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغُلِكَ
“Manfa’atkanlah waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu.”
Jadi, Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam memerintahkan kepada kita, agar waktu kosong itu segera dimanfa’atkan sebelum datangnya waktu sibuk.
Supaya apa?
Supaya hal-hal yang kosong itu tidak diisi dengan sesuatu yang negatif.
Kenapa Allāh Subhānahu wa Ta’āla di dalam Al Qur’an memerintahkan kita, kalau sudah selesai pekerjaan segera diiringi dengan pekerjaan yang lain?
Kenapa Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam memerintahkan kita, agar dimanfa’atkan sebelum datangnya waktu sibuk?
Karena waktu kosong biasanya akan mendatangkan hal-hal yang sifatnya negatif.
Kalau tidak percaya, lihat saja pengangguran, ketika angka pengangguran di suatu tempat naik, biasanya angka kriminalitas juga naik.
Karena bingung, mau apa. Karena tidak ada kerjaan.
Ketika otak ini kosong, maka yang muncul adalah sesuatu-sesuatu yang sifatnya negatif. Makanya perkataan penyair:
وَنَفْسُكَ إِنْ لَمْ تُشْغِلْهَا بِالحَقْ (بِالخْيْرِ) شَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ (بِالشَّرِّ)
“Diri kita ini kalau tidak kita sibukkan dengan kebaikan, maka dia akan menyibukkan kita dengan keburukan.”
Jadi, kalau misalnya kita tidak manfa’atkan waktu kita dengan kebaikan, maka syaitan akan masuk di situ dan akan memprovokasi kita untuk melakukan yang jelek-jelek.
Kenapa?
Zulaikhah menggoda Nabi Yusuf. Nabi Yusuf ganteng.
Ada sebab lainnya?
Ada, yaitu kesempatan.
Kenapa Zulaikhah kepikiran untuk menggoda Nabi Yusuf? Padahal Nabi Yusuf bisa dikatakan sekedar anak yang ditemukannya.
Kenapa Zulaikhah sampe kepikiran seperti itu?
Karena kosongnya jiwa. Karena jiwanya kosong dan jiwanya kosong itu bersumber dari kosongnya aktivitas.
Makanya, jika misalnya anda mempunyai anak dan anak tersebut selalu melakukan hal-hal negatif, sibukkan dia dengan hal-hal yang positif.
Karena anak itu punya energi esktra. Nah energi ekstra itu kalau tidak disalurkan kepada yang positif maka akan disalurkan kepada hal yang negatif.
Isi waktu-waktu kosong kita dengan sesuatu yang bermanfa’at.
Maka, kalau misalnya ketika saat itu kita sedang luang, katakanlah sedang istirahat, maka jangan biarkan kita itu hanya sekedar melamun saja.
Terus ngapain ustadz?
Masak kerja?
Tidak, yang namanya aktifitas itu tidak mesti aktivitas fisik. Kita aktifkan otak kita.
Kita coba mikir dosa-dosa kita sudah banyak.
Apakah memikirkan dosa itu membutuhkan kerja kaki tangan? Kan tidak.
Cuma butuh apa? Butuh tafakkur.
Ya. Butuh kita berfikir, membayangkan dosa-dosa kita. Bekal kita sudah seberapa, sehingga waktu istirahat itu bisa kita optimalkan untuk sesuatu yang bermanfa’at.
Atau misalnya waktu istirahat sebelum tidur. Kok tidak bisa tidur-tidur.
Daripada kemudian main facebook yang ndak jelas, SMS ke sana kemari, mendingan buat apa? Buat ngerancang.
Rencana saya besok apa, 10 tahun lagi saya mau jadi apa. Dirancang gitu sambil mikir-mikir, tidak mesti harus ditulis. Pertama kali, yang penting dibayangkan.
Biar apa? Nanti lama-lama kan tidur, tidur mimpinya enak gitu kan, mimpi sudah jadi pengusaha misalnya, kan enak tidurnya.
Karena apa? Karena sebelumnya kita berpikir sesuatu yang positif.
Ini adalah point yang pertama, jangan biarkan waktu kosong tanpa aktivitas.
JANGAN TUNDA PEKERJAAN ATAU AMALAN
Ini penyakit. Orang biasanya suka menumpuk-numpuk pekerjaan. Dan itu bukan hanya dalam pekerjaan duniawi saja.
Contohnya, pekerjaan di kantor menumpuk, seharusnya bisa diselesaikan hari ini. Tapi, lha leyeh-leyeh bae, maca koran disik, esuk bae ikih (santai aja dulu, baca koran dulu, besok aja mengerjakannya).
Biasanya, kita melakukan sesuatu mengejar (mendekati) deadline. Kalo deadlinenya besok baru sekarang ngebut.
Sama kayak siswa-siswa, begitu juga kan? Para pelajar kan gitu juga, memakai SKS, sistem kebut semalam. Jadi, pelajaran setahun atau satu semester dikebut dalam semalam.
Dijamin besok setelah keluar (selesai) ujian, ilmu ne wis hilang, habis kabeh. Karena kalau ingin ilmunya kita dapatkan secara maksimal, memasukkan ilmu itu secara bertahap.
Makanya sebagian ulama mengatakan :
منْ رَامَ علمة جُمْلَةً ذهبَ عنْهُ جملةً
“Barangsiapa yang mencari ilmu borongan, maka hilangnya juga borongan.”
Jadi, kalo semalam kita ngebut belajarnya, dijamin ilangnya juga sebentar, cepat ilangnya. Itu dalam masalah ilmu. Dalam pekerjaan juga demikian, dalam amalan juga seperti itu.
Oleh karena itu saya ingatkan, kenapa terasa berat mengamalkan ilmu?
Karena banyak diantara kita ketika mendapatkan ilmu tidak segera kita amalkan, tapi kita undur-undur. Itu salahnya. Akhirnya terasa berat, karena sudah menumpuk begitu banyak.
Coba kalau kita dapat ilmu, misalnya cara mengoptimalkan waktu, langsung kita praktekkan. Bukan mulai besok, mulai ini saya langsung praktek.
Jadi, saya punya waktu kosong, langsung diisi. Kemudian, saya punya pekerjaan apa, kalau memang ada waktu saat ini dan masih ada energi maka saya kerjakan.
Ini namanya mengamalkan ilmu, sehingga terasa ringan.
Itu dalam pekerjaan yang bersifat duniawi, seperti mencari ilmu yang bersifat umum.
Dalam perkara ukhrowi, semisal ibadah, kita diperintahkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam untuk mengamalkan, manfaatkan waktu kosong dan jangan mengundur-ngundur pekerjaan. Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
بَادِرُوا بِالْأَعْمَال فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“Bersegeralah kalian untuk beramal, sebelum datangnya fitnah yang gelap gulita, seseorang ketika pagi harinya masih mukmin, sore harinya kafir, sore harinya masih beriman, pagi harinya kafir, karena dia menukar agamanya dengan dunia.”
(Hadits riwayat Muslim nomor 118)
Itu perintah dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Jadi jangan suka mengundur-ngundur pekerjaan. Begitu ada waktu, kerjakan. Begitu ada waktu kosong, lakukan. Entah itu yang sifatnya duniawi atau ukhrowi, selama itu bermanfa’at, lakukan.
Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
بَادِرُوا بِالْأَعْمَال
“Bersegeralah kalian dalam beramal.”
Kenapa wahai Rasul?
ِفِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
“Sebelum datangnya fitnah yang gelap gulita.”
Seperti apa ustadz?
Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam :
يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا
“(Kalau sudah datang masa fitnah), seseorang ketika pagi harinya masih mukmin, sore harinya kafir (murtad dari agama ini).”
Atau sebaliknya :
أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا
“Sore harinya masih berislam, masih beriman, pagi harinya sudah kafir (keluar dari agama islam).”
Fitnah, kenapa?
Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam :
يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
“Karena dia menukar agamanya dengan dunia (materi).”
Makanya, ketika ada pekerjaan segera lakukan.
Berarti kita disuruh untuk melakukan pekerjaan amalan yang banyak? Iya, sebanyak-banyaknya.
Tapi jangan cuma banyaknya saja, perhatikan apanya? Kualitasnya.
Jadi tidak hanya sekedar kuantitasnya, sing akeh amalane. Perhatikan kualitasnya juga.
Kualitas itu seperti apa ustadz, contohnya?
Amalan itu akan semakin afdhal ketika pas meletakkan amalan itu sesuai dengan waktu dan tempatnya.
Ada beberapa amalan yang kalau melakukan amalan itu pada pas waktu yang telah ditetapkan, maka itu menjadi amalan yang sangat afdhal.
Contoh, begitu datang waktu shalat, yang paling afdhal dilakukan saat itu adalah shalatnya.
Sudah adzan, “Aku arep sedekah disiklah (aku mau sedekah dululah).”
Nah, ini adalah tidak melakukan amalan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh agama kita.
Contoh lain misalnya, habis shalat, yang paling afdhal apa? Dzikir.
Kalau misalnya ada orang habis shalat langsung ambil Qurān, baca Qurān, gimana? Kurang fokus.
Padahal membaca Al Qurān itu pahalanya besar gak? Besar. Tapi habis shalat, langsung. Mana yang lebih afdhāl? Dzikir.
Ini melakukan amalan pas sesuai dengan waktu. Inilah yang akan meningkatkan kualitas amalan seseorang hamba.
MANFA’ATKAN WAKTU-WAKTU ISTIMEWA
Waktu kita terbatas tidak? Terbatas.
Pekerjaannya banyak? Banyak. Amalan juga banyak.
Bagaimana caranya supaya kita bisa mensiasati waktu yang terbatas tersebut dan kita bisa meraih pundi-pundi pahala sebanyak-banyaknya?
Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan keistimewaan kepada beberapa waktu.
Ada waktu-waktu yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh waktu-waktu lain. Kalau kita berhasil memanfa’atkan waktu-waktu tersebut, maka kita akan bisa meraup pundi-pundi pahala sebanyak-banyaknya.
Contoh:
Malam ini dengan malam Lailatul Qadr, sama tidak?
Panjenengan (anda) beramal malam ini, sama beramal malam Lailatul Qadr, pahalanya lebih besar mana? Besar malam Lailatul Qadr.
Karena:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Lailatul Qadr itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS Al Qadr: 3)
Beramal satu malam Lailatul Qadr, pahalanya lebih banyak daripada pahala beramal selama seribu bulan. Ya, 80 tahunan sekian ya, 83 tahunan atau 82 tahunan lewat berapa bulan.
Bayangkan, 1 malam pahalanya seperti beramal 82 tahun lebih. Inikan waktu istimewa.
Makanya, kalau misalnya kita ketemu dengan waktu-waktu yang istimewa itu, jangan biarkan waktu tersebut berlalu bergitu saja. Karena belum tentu kita akan ketemu lagi dengan waktu itu, belum tentu seumur-umur kita ketemu 1 kali.
Makanya, ketika kita sudah masuk 10 hari terakhir dari bulan rāmadhan, kita harus tingkatkan amalam kita, supaya kita bisa memanfaatkan waktu istimewa tersebut.
Contoh lain
Puasa Arāfah, apakah puasa Arāfah sama pahalanya kaya puasa Senin Kamis? Tidak.
Bukan berarti puasa Senin Kamis tidak ada keutamaannya. Tapi puasa Arāfah keutamaannya kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
… اَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ اَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِيْ بَعْدَهُ …
“(Puasa Arafah) Saya mohon kepada Allāh, agar puasa itu dapat menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang lampau dan satu tahun yang akan datang.” (Hadits Riwayat Muslim nomor 1162)
Ini untung tidak? Untung banget ini.
Makanya kalau misalnya sampai pada hari Arāfah, 9 Dzulhijah, usahakan, manfaatkan waktu yang istimewa itu untuk mengumpulkan pundi-pundi pahala sebanyak-banyaknya.
Jadi, Allāh Subhānahu wa Ta’āla manakala memberikan waktu-waktu tersebut bukan kosong tanpa makna, tapi kita dimotivasi oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Ini loh ada waktu-waktu yang luar biasa, dalam waktu yang sedikit engkau bisa mendapatkan pahala yang luar biasa.
LAKUKAN BERBAGAI AKTIVITAS YANG BERBEDA DALAM WAKTU YANG SAMA
Banyak diantara orang, pikirannya lagi “nekuni ike, ike bae lah, ra sah sing lian-laine” (jika sedang menekuni satu hal, maka satu itu saja, tidak perlu melakukan aktivitas lain).
Padahal sebenarnya, ada beberapa aktivitas yang bisa dilakukan walaupun berbeda dalam waktu yang sama, dan itu tujuannya adalah untuk mensiasati waktu kita yang terbatas dan para ulama kita dulu terbiasa seperti itu.
Berikut beberapa contoh:
- Ada seorang ulama namanya Al Imam Khatib Al Baghdadi, beliau itu kemana saja, jalan kemana saja, mesti bawa buku. Berjalan itu aktivitas atau bukan? Aktivitas.
Kalau njenengan (anda) berjalan sambil ngapain? SMSan ? Facebook-an?
Kalau Imam Al Khatib Al Baghdadi sambil berjalan dia bawa buku, sambil baca, baca buku. Kemudian setelah itu dia jalan, baca buku, terus gitu. Jadi dalam satu waktu dia melakukan sekian aktivitas.
Ya, kalau sekarang kan banyak sekali waktu-waktu kita yang kosong. Ketika kita lagi nunggu antri di rumah sakit, Kita pinginnya dapat nomor yang awal sehingga berangkatnya awal, tapi dokternya tekannya awan (datangnya siang), ngapain coba di situ?
Mendingan bawa buku, bawa majalah, aktivitas.
Sayangnya justru yang menonjol dalam hal seperti itu bukan kaum muslim, saat ini lho, saat ini. Kalau jaman dahulu kaum muslimin sangat menonjol, kalau saat ini justru yang menonjol adalah orang-orang non muslim.
Konon di Jepang, tidak ada ada orang “menomblo tok” (melamun), tidak ada di sana. Kalau misalnya orang lagi nunggu apa selalu ada yang dia lakukan. Entah dia bawa buku, entah dia bawa apa laptop, atau bawa Ipad. Nulis sesuatu yang bermanfa’at.
Kalau kitakan sambil nunggu main games, kalau mereka baca, sesuatu yang bermanfa’at.
- Ada seorang ulama namanya Abdul Wafa Ibnul Waqil. Dia itu berusaha bagaimana cara makan secepat mungkin, maksudnya tidak makan waktu yang banyak.
Beliau membandingkan antara makan roti kering sama roti yang harus dibasahi. Perbedaannya, kata beliau, itu bisa untuk membaca 50 ayat Al Qurān, lebih cepat yang kering.
Makanya beliau kalau makan itu selalu milih roti yang kering. Karena perbedaan waktu antara makan roti kering dengan roti yang tadi yang enak, yang dicampur apa dulu, itu bisa cukup untuk membaca 50 ayat.
Kalau kita?
Beliau sungguh luar biasa. Sampai bagaimana caranya supaya mengoptimalkan waktu yang beliau miliki.
Bahkan kisah yang terakhir ini akan saya bawakan ini lebih menakjubkan lagi.
- Seorang ulama namanya Abdul Barakat Majduddin kalau ke kamar mandi, maaf, lagi buang hajat. Itukan kita tidak bisa ngapa-ngapain. Dzikir tidak boleh, baca Qur’an tidak boleh.
Kalau beliau ini, kalau ke kamar mandi, beliau panggil saudaranya, “Tolong bacain buku di luar dengan suara yang keras.” Supaya dia di dalam tidak melakukan apa-apa, tidak aktivitas, tidak berdzikir, tidak baca buku, tapi orang di luar supaya baca buku dengan suara yang keras.
Dulu belum ada radio, kalau sekarang kita ada radio, suruh bacain, supaya apa?
Supaya waktu dia itu tidak terbuang sia-sia.
Dalam satu waktu dia melakukan dua aktivitas yang sama-sama bermanfa’at. Buang hajat bermanfa’at tidak? Oh, bermanfa’at sekali, dapat tambahan ilmu juga bermanfa’at.
Jadi ini menunjukan bahwa berbagai aktivitas yang berbeda itu bisa dilakukan dalam waktu yang sama.
Prakteknya kaya apa ustadz?
==> Contoh, mencari nafkah.
Ketika kita sedang jualan di toko bisakah kita double dengan aktivitaz lainnya yang bermanfaat? Bisa apa ? Baca, ketika sedang tidak ada pembeli.
Coba sekarang perhatikan, perhatikan orang-orang di pasar, para penjual di pasar, berapa dari sekian ratus atau ribu pedagang di pasar, yang ketika waktu kosongnya itu baca Qur’ān? Kalau anda temukan aneh bin ajaib.
Kenapa?
Karena orang berfikirnya ini lagi dagang. Dagang ya dagang, kenapa dicampur-campur dengan baca Qur’ān.
Loh kenapa sih mas? Tidak ada kontradiksi kok. Apakah kontradiktif jualan sambil baca Qur’an?
==> Contoh yang lain.
Jalinan silaturahim, ibadah atau bukan? Ibadah.
Kebanyakan dari kita mengisi silaturahim hanya sekedar dengan obrolan. Tidak apa-apa lepas kangen. Mbok ya sambil silaturahim sambil melakukan aktivitas yang lain.
Ya, contohnya berdakwah, mengajak dia kepada kebaikan. Sehingga kita mendapatkan pahala double-double. Dalam satu waktu kita dapatkan pahala silaturahim sekaligus kita mendapatkan pahala berdakwah kepada jalan Allāh Subhanahu wa Ta’ala.
Bermanfa’at Untuk Orang Banyak
Kerjakan aktivitas yang bermanfaat untuk orang banyak, supaya waktu kita berkah. Keberkahan waktu tidak sembarang orang diberi Allāh. Supaya waktu kita berkah salah satu caranya adalah dengan melakukan hal-hal yang bisa bermanfa’at untuk orang banyak, misalnya belajar agama.
Dengan kita belajar agama kita akan mendapatkan ilmu. Setelah kita mendapatkan ilmu kita bisa sebarkan kepada orang lain. Ketika kita sebarkan kepada orang lain maka orang lain itu akan mendapatkan manfa’at dari apa yang kita pelajari tersebut, sehingga kita bisa memberikan manfa’at untuk orang lain. Dan itulah orang yang paling baik.
Kata Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
خيرُ الناسِ أنفعُهم للناسِ
“Sebaik baiknya manusia adalah orang yang paling bermanfa’at bagi manusia.” (HR Ahmad, Ath Thabrani, Ad Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh Al Albani di dalam Shahihul Jami’ nomor 3289).
Orang yang bermanfa’at itulah orang yang paling baik.
Kebanyakan orang-orang memikirkan tentang perkara pribadi dia saja. Makanya waktunya tidak barokah karena yang dia pikirkan hanya dirinya sendiri saja. Jika ingin waktu kita berkah, sisihkan dari sebagian waktu kita untuk sesuatu yang bermanfa’at buat umat ini. Ketika kita punya waktu, coba dipikirkan. Oh belajar, belajar agama lebih afdhal dibandingkan dengan shalat sunnah.
Kata imam Syafi’i:
طلب العلم أفضل من صلاة النافلة
“Mencari ilmu agama itu lebih afdhal daripada shalat sunnah.”
Kenapa? Karena shalat sunnah untuk diri sendiri, sedangkan ilmu itu untuk orang banyak.
Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ على الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ على سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
“Sesungguhnya keistimewaan ulama dibandingkan dengan ahli ibadah, seperti keistimewaannya bulan purnama dibandingkan bintang-bintang.” (Hadits riwayat Abu Daud nomor 3641)
Ulama diumpamakan sebagai bulan purnama, sedangkan ahli ibadah diumpamakan sebagai bintang-bintang. Karena bulan purnama cahayanya tembus sampai ke bumi, sedangkan bintang hanya menyinari sekelilingnya saja.
Maka, kita harus perhatikan apa manfa’at yang kira-kira bisa kita lakukan untuk orang lain. Selama ada sesuatu yang bermanfa’at kita lakukan untuk orang lain, tentunya tanpa mengesampingkan kepentingan diri kita.
Tidak selalu melalui ilmu, bisa juga dengan tenaga.
Misal ada yang membangun masjid, lalu kita bisa menyumbangkan tenaga, nyumbang dengan harta. Sehingga masing-masing dari kita waktunya akan berkah karena kita senantiasa mengisi waktu kita dengan sesuatu yang bermanfa’at untuk orang banyak.
Milikilah Skala Prioritas
Diantara sekian banyak pekerjaan, tentu ada yang penting, sangat penting, penting dan tidak penting.
- Antara yang wajib dengan yang sunnah, yang harus didahulukan adalah yang wajib karena prioritas.
- Antara fardhu ‘ain dan fardhu kifayah didahulukan fardhu ain. Misalnya, dakwah terhadap keluarga merupakan fardhu ‘ain, sedangkan dakwah terhadap orang lain merupakan fardhu kifayah.
Maka kita juga harus memiliki skala prioritas agar waktu kita optimal. Lebih bagus lagi jika fardhu ‘ain diiringi dengan fardhu kifayah, ini lebih bagus lagi.
Contoh lain:
Dalam perkara dunia. Saat waktunya bayar hutang, maka bayar hutang lebih utama daripada dipakai modal supaya usaha lebih besar. Karena hukum melunasi hutang itu wajib secara agama. Secara bisnis, jika demikian, maka orang lain akan lebih percaya.
Buatlah skala prioritas supaya waktu kita bisa optimal.
Rencana, Tujuan & Langkah Konkret
Sesuatu yang bermanfa’at kita buat target, lalu buat langkah kongkrit untuk sampai kepada tujuan tersebut. Jika orang punya target maka pekerjaannya akan rapi. Dan itu bukan hanya sekedar pekerjaan duniawi saja, termasuk dalam mencari ilmu juga terapkan seperti itu. Kemudian langkah-langkahnya ada, sehingga langkahnya tertata.
Kesuksesan besar itu adalah akumulasi dari kesuksesan-kesuksesan yang sifatnya kecil. Karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla menghargai proses, bukan hanya hasilnya.
Disebutkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, ada diantara para Nabi yang pengikutnya hanya dua atau satu. Bahkan ada diantara para Nabi yang tidak mempunyai pengikut. Apakah dakwah mereka gagal? Tidak. Allāh Subhānahu wa Ta’āla menghargai proses mereka berdakwah, walaupun hasilnya tidak seperti yang diinginkan.
Target paling tinggi kita ialah masuk surga. Langkah kongkritnya istiqomah dalam beribadah. Itu lah orang-orang yang in syā Allāh bisa mengoptimalkan waktunya.
Sumber : Ceramah.org


 
 		 
         











 Sunnah.
  Sunnah.

 
		 
		 
		 
		 
		 
		 
		 
		 
		 
		 
		 
		 
		




