Kembali

7 Seni Mendapatkan Kebahagiaan – Part 2

Melanjutkan pembahasan sebelumya dari bagian pertama.

4. Bedakan Antara Perantara dan Tujuan

Kita sering mendengar pepatah “bekerja itu untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja”.

Benar, jangan jadikan bekerja sebagai tujuan, itu hanyalah sampingan untuk bertahan hidup. Namun banyak orang yang menjadikan pekerjaan itu tujuan, sehingga apabila ada kekurangan dalam pekerjaannya ia akan murka penuh tekanan.

Sekarang lihatlah kita sebagai seorang muslim, tujuan kita adalah Allah subhanahu wata’ala, Rabb yang selama ini kita sebut-sebut namanya dalam ibadah kita. Rabb yang menciptakan kita untuk beribadah kepada Nya.

Semua ibadah kita, amal kita, bukanlah tujuan. Tujuan kita adalah Allah! jangan sampai tertipu, hati-hati. Lalu apa kaitannya poin ini dengan kebahagiaan? mari kita cermati contoh berikut:

Anda memiliki pulpen yang anda beli seharga Rp 3000. Lalu saya katakan pada anda: “saya mempunyai teman yang ingin membeli pulpen anda seharga Rp 100.000, akan tetapi teman saya ini tidak pernah tersenyum!”. Apakah anda masih ingin menjual pulpennya?

Tentu anda akan tetap menjualnya!, Tujuannya adalah “uang” sedangkan “menjual” adalah wasilah (perantara) saja. Adapun senyum atau tidak, maka itu tak ada masalah. Mari kita praktikkan dalam kehidupan:

Seseorang mengeluh atas orangtuanya yang berlaku buruk kepadanya, padahal ia sudah berbakti. Apa yang anda sarankan kepadanya?, apakah tidak usah berbakti lagi?

Silahkan tanyakan, untuk apa anda berbakti? jawabannya adalah untuk Allah. Bukan karena orangtua. Artinya berbakti itu adalah perantara sedangkan Allah adalah tujuan. Walaupun orangtua tua berbuat buruk, anda tetap harus berbakti.

Ketika anda ucapkan salam kepada seseorang yang jelas-jelas mendengar salam anda, tapi ia tidak membalasnya. Apakah anda harus sakit hati? salam itu bukan tujuan, anda salam adalah karena perintah Allah, Allah adalah tujuannya. Adapun ia yang tidak menjawab salam, maka bukanlah urusan anda, teruslah ucapkan salam.

Jangan sampai tersinggung atas ucapan orang lain, sehingga kita berhenti berbuat kebaikan. Selama itu baik dan sesuai Al-Qur’an dan Sunnah, maka lakukan! tujuan kita adalah Allah, wasilahnya adalah amal kita. Omongan orang, perlakuan buruk, lirikan mata mereka, maka itu hanyalah angin berlalu.

Sehingga kita memiliki hati yang lapang, perinsip kuat untuk menjadi seorang muslim, jangan mau orang lain mengatur ibadah kebaikan kita.

tidak ada yang dapat menyakitimu selama Allah tujuanmu

Hingga akhirnya, anda mencapai derajat tidak ada yang dapat menyakitimu selama Allah tujuanmu.

Diriwayatkan, dari Al-Hasan Al-Bashri bahwa seseorang berkata kepadanya: “fulan telah menggunjingmu”. Lalu Al-Hasan mengutus seseorang untuk memberikannya sekantung kurma. Lalu Al-Hasan berkata padanya: “aku dengar engkau telah menghadiahkanku pahalamu, maka aku ingin membalas kebaikanmu itu, maafkan aku apabila pemberianku ini tidak sepadan”. 1

Berkata Abdurrahman bin mahdy: seandainya aku tidak benci apabila Allah dimaksiati, maka aku berharap agar semua orang di zaman ini meng-gibahiku. Apalagi yang lebih membahagiakan dari pahala-pahala yang seorang dapati pada catatannya dihari kiamat, sedangkan ia tidak berbuat apapun dan tidak mengetahuinya. 2

5. Kekasih Abadi Sebagai Sandaran

Semua orang sepakat bahwa kita tidak bisa hidup sendiri tanpa sandaran. Hidup ini terlalu berat, diri ini terlalu lemah.

Namun ternyata, setiap kekasih bisa jadi tidak dapat jadi sandaran, apabila dapat dijadikan sandaranpun maka ia takkan abadi, ia akan meninggalkan kita entah cepat atau lambat.

Dari Sahl bin Sa’d berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَانِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ،

“Jibril mendatangiku lalu berkata: “Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati. Cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya. Dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya.” 3

Hanya ada satu kekasih yang abadi takkan sirna, sandaran takkan rapuh, Maha mampu Maha kuasa atas segala sesuatu. Ialah Allah jalla tsana’uhu.

Jadikanlah Allah sandaran disetiap langkah kita, ucapkan selalu hauqolah: laa haula wala quwwata illa billah.

وَعَنْ أَبِي مُوسَى اَلْأَشْعَرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: يَا عَبْدَ اَللَّهِ بْنَ قَيْسٍ! أَلَّا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ اَلْجَنَّةِ؟ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاَللَّهِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْه

 زَادَ النَّسَائِيُّ: وَلَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ

Abu Musa al-Asy’ari berkata: Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku: “Wahai Abdullah Ibnu Qais maukah aku tunjukkan kepadamu satu simpanan dari beberapa simpanan surga? Yaitu (artinya = Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan kehendak Allah) 4

Jangan lupa baca ini ketika sedang dirundung kesulitan, pahami juga maknanya:

عن أنس بْنِ مَالِكٍ -رضي الله عنه- قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-إِذَا كَرَبَهُ أَمْرٌ قَالَ: ” يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ “

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam jika disusahkan sebuah perkara, beliau berkata:

” يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ

“Wahai yang Maha hidup, Maha berdiri sendiri, dengan rahmat-Mu aku meminta pertolongan.” 5

6. Al-ihsan

Ihsan maknanya sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululluah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist Jibril :

قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ الإِحْسَانِ. قَالَ « أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ »

“’Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” 6

Ya, perhatian ibadah kita semua, untuk apa anda sholat? untuk apa anda dzikir? untuk apa anda beribadah? pertanyaan ini harus selalu kita hadirkan setiap kali beribadah kepada Allah.

Kekuasaan Allah yang kita lihat, adalah bukti alasan yang telak bahwa Allah itu ada. Tidak mungkin semuanya tercipta se-serasi ini, se-indah ini, tanpa ada yang merancang dan mengaturnya.

Merasa dilihat Allah tidak harus pernah melihat Allah. Merasa melihat Allah juga tidak harus pernah melihat Allah:

Seandainya anda sekarang secara mendadak dipanggil untuk menjadi pembawa acara berita televisi nasional, tanpa persiapan. Lalu sekarang anda berada di studio stasiun televisi itu, hanya ada anda dan kameraman. Bagiamana perasaan anda? Tentu gugup!. Mengapa? Padahal hanya ada anda dan kameraman? jawabannya adalah karena anda “yakin” dibalik kamera itu ada jutaan orang yang menonton anda, anda tak pernah melihat mereka semua.

Ihsan adalah puncak prestasi dalam beribadah, mari sama-sama berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk Allah subhanahu wata’ala.

7. Carilah Teman Yang Mendukung Kita Untuk Melaksanakan 6 Point Diatas

Pengaruh teman dalam kehidupan sangatlah luar biasa.

Memilih teman sama dengan memilih tempat duduk diakhirat kelak

Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wa sallam bersabda,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian. 7

Mengemban tugas sebagai hamba Allah sangatlah berat, carilah minimal seorang yang menggandeng tangan kita berjuang bersama.

Semoga Allah mudahkan kita semua untuk mendapat kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan bersama Rabb tercinta kita Allah azza wajalla. 


Catatan

  1. Tanbihul ghofilin: (176/1), Al ihya: (164/ 3)
  2. Diriwayatkan oleh Al-baihaqy: syu’abul iman (305/5). (Assiyar: 195/9)
  3. (HR. Ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath no 4278, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa, al-Hakim dalam al-Mustadrak 7921 Hadis ini dinyatakan Hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah 2/483).
  4. HR. Bukhari No. 4205 dan Muslim No. 2704
  5. HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 4777
  6. (H.R. Muslim 102). (Lihat Syarh Tsalaatsatil Ushuul 95-96, Syaikh Muhammad bin Sholeh al ‘Utsaimin).
  7. (HR. Abu Daud no. 4833, Tirmidzi no. 2378, Ahmad 2/344, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ 3545).

Oleh Fakhrur Rodhi Al-hendan, S.H.

5 1 Pilih
Article Rating
BAGIKAN POSTINGAN INI
guest
0 Comments
tertua
Terbaru Suara Terbanyak
Tanggapan Sebaris
Lihat semua komentar
Butuh Bantuan?