
Tersebar di antara sebagian orang Islam pada waktu belakangan pengucapan selamat tahun baru, maka apakah pengucapan selamat ini sunnah atau bid’ah? apakah ada asalnya atau tidak?
Pertanyaan ini disampaikan oleh As-Suyuthi – Rohimahullaah – : berseliweran pertanyaan yang terbiasa dilakukan orang berupa penyampaian selamat hari raya, tahun baru, bulan baru, negara dan selainnya, apakah ada dasarnya atau tidak? Maka aku kumpulkan bagian ini. 1
Berarti, pertanyaan ini disampaikan dari berbagai zaman, dan senantiasa ditanyakan, dan jawabannya adalah berikut ini:
A. Pengucapan Selamat Tahun baru tidak disunnahkan. Dan tidak ada satupun dari ahli ilmu berpendapat tentang dianjurkannya perkara ini. Karena hal ini termasuk perkara yang telah diketahui bahwa penentuan awal tahun hijriah tidak dilakukan oleh Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, hanya dilakukan oleh para sahabat, ketika mereka menjadikan kalender hijriah untuk pencatatan tanggal perkara-perkara penting dan perjanjian, dan ini merupakan perbuatan pengaturan bukan ibadah.
Syaikh Sholih Al-Fauzan – hafizhahullaah- mengatakan: kami tidak mengetahui hal ini ada asalnya, dan kalender hijriah bukan maksudnya untuk hal ini, menjadikan awal tahun sebagai event ataupun saling memberikan selamat, dan ketika itu ada ucapan khusus, hari raya, dan pengucapan selamat.
Kalender hijriah hanya dijadikan untuk membedakan akad-akad saja, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar – Rodiyyallaahu ‘anhu – ketika meluasnya wilayah kepemimpinan Islam pada masa beliau, sehingga buku-buku catatan datang kepada beliau tanpa diberi tanggal, maka dibutuhkan untuk membuat kalender agar diketahui surat-surat dan tanggal penulisannya, kemudian beliau bermusyawarah dengan para sahabat, dan mereka memberikan usulan untuk dimulai ketika nabi berhijrah, maka dimulailah kalender hijriah, dan mereka berpaling dari kalender masehi, walaupun kalender masehi tersebut ada pada zaman mereka.
B. Jika pengucapan selamat hari raya tidak ada satupun ulama yang mengatakan tentang sunnahnya pengucapan tersebut, maka bagaimana dengan pengucapan selamat pada hari yang bukan hari raya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -Rohimahullaah- mengatakan ketika menjawab pertanyaan tentang hukum mengucapkan selamat hari raya yang konteksnya: berkata Imam Ahmad: aku tidak memulai pengucapan tersebut ke seorang pun, apabila ada yang mulai menyampaikan kepada maka aku jawab, hal tersebut karena menjawab ucapan penghormatan hukumnya wajib, adapun memulai mengucap selamat maka bukan perkara sunnah yang diperintahkan, dan juga bukan perkara yang dilarang, maka bagi yang meninggalkan hal tersebut ada pendahulunya dan bagi yang melakukan juga ada pendahulunya, wallaahu a’lam. 3
C. As-Suyuthi menukilkan dari Abul Hasan Al-Maqdisiy bahwa beliau ditanya mengenai ucapan selamat pada awal bulan atau tahun, apakah hal tersebut bid’ah atau tidak? Maka beliau menjawab: bahwa para ulama senantiasa berbeda pendapat dalam hal tersebut, kemudian beliau berkata: pendapat saya bahwa hal tersebut boleh bukan sunnah ataupun bid’ah.
D. As-Suyuthi menyebutkan bahwa Asy-Syarof Al-Ghoziy menukilkan perkataan tadi dari Al-Maqdisiy dalam Syarah Al-Minhaj tanpa menambah perkataan tersebut. 5
E. Al-Qomuuliy menyampaikan dalam kitab Al-Jawaahir: kami tidak melihat dari para sahabat (guru) kami perkataan tentang bolehnya mengucapkan selamat hari raya dan tahun-tahun dan bulan baru sebagaimana yang dilakukan orang, dan aku melihat apa yang dinukilkan dari faidah Syaikh Zakiyyuddin Abdul ‘Azhim Al-Mundziriy bahwa Al-Hafizh Abul Hasan Al-Maqdisiy ditanya tentang hukum mengucapkan selamat, lalu beliau menjawab; bahwasanya hal tersebut boleh dan bukan perkara sunnah ataupun bid’ah.
Pada nukilan di atas menunjukkan bahwa masalah pengucapan selamat tahun baru sudah ada sejak zaman Abul Hasan Al-Maqdisiy yang beliau lebih dahulu dari Al-Mundziriy yang meninggal tahun 656 H yang menukilkan pendapat tersebut dari Beliau. Dan ini dalil tentang lamanya masalah ini, akan tetapi hal tersebut secara pasti ada setelah abad ketiga, sebab tidak diketahui dari para salaf, dan hal ini menguatkan bid’ahnya hal tersebut. 6
F. Al-Lajnah Ad-Daaimah Lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wal-Iftaa Kerajaan Saudi Arabia memberikan fatwa: bahwa tidak boleh memberikan selamat tahun baru hijriah, karena menyambut hal tersebut tidak disyariatkan. 7
G. Al-‘Allaah Ibnu Baaz -Rohimahullaah- berkata: mengucapkan selamat tahun baru, kami tidak mengetahui hal tersebut ada asalnya dari salafus sholih, dan aku tidak mengetahui sesuatu pun dari sunnah dan alquran yang menunjukkan pensyariatannya. 8
H. Al-‘Allaamah Al-Muhaddits Al-Albaaniy -Rohimahullaah- berkata ketika ditanya: “Apa hukum perkataan: Kullu ‘Aamin wa antum bikhoir (setiap tahun dan kalian dalam kebaikan)? Maka beliau menjawab: tidak ada asalnya, dan cukup bagimu dengan mengucapkan: Taqobbalallaahu Tho’aatakum (Semoga Allaah menerima amal ketaatan kalian), adapun ucapan: kullu ‘Aamin wa antum bikhoir, ini adalah salam penghormatan orang kafir yang menjadikan kita menjadi lalai dari kalangan kita kaum muslimin. 9
I. Al-‘Allaamah Asy-Syaikh Ibnu Utsaymin -Rohimahullaah- mengatakan: “bukan dari sunnah kita mengadakan hari raya karena tahun baru hijriah atau kita membiasakan memberikan selamat karena datangnya tahun baru tersebut”.
Dan nukilan-nukilan dari Asy-Syaikh Muhammad Ibnu Sholih Al-‘Utsaymin -Rohimahullaah- mengenai ucapan selamat tahun baru hijriah sangat banyak, yang terkumpul dari ucapan dan perbuatan beliau, dan sebagaimana diketahui bahwa perkataan setiap orang dikedepankan dari perbuatannya, dan kadang seseorang diberikan peringatan dari perbuatan buruk dan dia melakukan hal yang menyelisihi peringatan tersebut, atau diperintahkan untuk mengerjakan perbuatan baik dan dia melakukan kebaikannya.
Oleh karena itu; yang menjadi patokan adalah perkataan ahli ilmu bukan perbuatannya, dan Syaikh Al-‘Allaamah Ibnu ‘Utsaymin -Rohimahullaah- termasuk diantara ulama yang muktamar, dan dinukilkan dari beliau mengenai permasalahan ini beberapa nukilan, diantaranya;
- Beliau berkata: sesungguhnya perkataan ; Kullu ‘Aamin wa antum bikhoir boleh jika dimaksudkan dengan perkataan tersebut sebuah doa dengan kebaikan. (15. Almajmu atsamin 226/2) Disini beliau menfatwakan boleh, dan boleh tersebut tidak mengakibatkan adanya pahala ataupun dosa, tidak pula dibenci atau dianjurkan. dan Beliau juga mengaitkan bolehnya hal tersebut dengan perkataan beliau: apabila dimaksudkan dengan ucapan tersebut sebagai doa untuk kebaikan, bukan sekedar ucapan selamat.
- Beliau menyampaikan dalam salah satu fatwa beliau; apabila seseorang memberikan ucapan selamat kepadamu maka jawab dia, dan jangan engkau memulai terlebih dahulu, ini yang paling benar dalam masalah ini, kalau seseorang mengatakan kepadamu misalnya: kami mengucapkan selamat tahun baru kepadamu, maka katakan: semoga Allaah memberikan kepadamu kebaikan, dan menjadikan tahun ini tahun yang penuh kebaikan dan berkah, tapi jangan engkau yang memulai mengatakan kepada orang lain, karena aku tidak bahwa hal tersebut datang dari para salaf bahwa mereka dahulu mengucapkan selamat tahun baru, justru ketahuilah bahwa salaf bahkan tidak menjadikan Muharram sebagai awal tahun baru kecuali pada masa kepemimpinan Umar Ibnul Khoththob -Rodiyyallaahu ‘anhu- . 10
Disini menjadi jelas bahwa Syaikh tidak berpendapat secara mutlak dibolehkan mengucapkan selamat akan tetapi beliau juga tidak mengingkari juga, ketika beliau mengatakan:
a. Kalau seseorang diberikan ucapan selamat maka tidak seyogyanya bagi dia untuk mengingkari orang yang memberikan ucapan selamat tersebut bahkan seyogyanya dia menjawab dengan doa, seperti mengatakan: Semoga Allaah menjadikan tahun ini sebagai tahun kemuliaan dan pertolongan bagi umat Islam, dan selainnya dari doa-doa yang baik, wallaahu a’lam”. 11
b. Beliau juga mengatakan: “ Saya berpendapat bahwa memulai mengucapkan selamat tahun baru tidaklah mengapa, akan tetapi hal tersebut bukan hal yang disyariatkan, artinya: bahwa kita tidak menyampaikan kepada orang lain: bahwa disunnahkan bagi kalian untuk saling memberikan selamat di antara kalian, akan tetapi kalau mereka melakukannya maka tidak masalah, akan tetapi seyogyanya juga bagi dia apabila memberikan ucapan selamat tahun baru agar dia berdoa kepada Allaah untuk yang diberikan ucapan selamat agar menjadi tahun yang baik dan berkah, maka boleh baginya menjawab ucapan selamat tersebut. Ini pendapat kami dalam masalah ini, dan ini termasuk perkara biasa bukan perkara ibadah”. 12
c. Beliau juga mengatakan: “bukan termasuk sunnah orang mengadakan perayaan karena masuk tahun baru hijriah atau membiasakan untuk saling memberikan ucapan selamat tahun baru. 13. Dan disini kita simpulkan bahwa kedudukan beliau dari pengucapan selamat tahun baru seperti berikut:
- Bahwasanya hal tersebut bukan sunnah.
- Bahwasanya tidak memulai mengucapkan selamat, tapi tidak mengingkari orang yang memulai mengucapkan.
J. Al-‘Allaamah Asy-Syaikh Dr. Sholih Al-Fauzan ada yang bertanya kepada beliau: “apabila ada seseorang mengatakan: Kullu ‘Aamin wa antum bikhoir, maka apakah perkataan ini disyariatkan pada waktu sekarang?, beliau menjawab: tidak, tidak disyariatkan dan tidak boleh 229-230. mengucapkannya”. 14
K. Asy-Syaikh Abdul Karim Al-Khudoir berkata ketika beliau ditanya mengenai ucapan selamat tahun baru hijriah: “Doa untuk seorang Muslim dengan doa mutlak yang seseorang tidak menganggapnya ibadah ketika mengucapkannya pada saat tertentu seperti hari raya maka tidak masalah, terlebih jika maksud dari ucapan selamat tersebut menimbulkan rasa cinta dan menampakkan kebahagiaan dan khabar gembira di hadapan seorang Muslim, Imam Ahmad mengatakan; Aku tidak memulai ucapan selamat kepada seseorang, apabila ada yang memulai mengucapkan selamat kepadaku maka akan aku jawab, karena menjawab ucapan selamat adalah wajib, adapun memulai mengucapkan selamat maka bukan perkara sunnah yang diperintahkan, dan juga tidak termasuk hal yang dilarang”. Dan disini wajib memperhatikan hal-hal yang dibatasi oleh beliau.
Pendapat yang kuat (rojih):
Yang kuat adalah meninggalkan memulai dan membalas ucapan selamat karena beberapa hal berikut:
- Meninggalkan ucapan selamat tahun baru lebih kuat dibandingkan melakukannya; karena sesuai dengan syariat, bahkan aku tidak mendapatkan satu perkataan ulama yang muktabar bahwa beliau memulai mengucapkan selamat, maka yang kuat adalah meninggalkan hal tersebut karena beberapa hal:
A. Bahwa tidak ada nukilan dari salafus sholih dan ulama pada generasi emas, dan kalau seandainya hak tersebut baik maka mereka yang akan mendahului kita melakukannya.
B. Bahwa perkataan yang membolehkan memulai pengucapan selamat akan menjadikan hal tersebut seiring waktu menjadi hari raya yang dianggap baik dan dibiasakan oleh manusia. Walaupun kita sekarang mencela orang yang memulai mengucapkan selamat, maka sesungguhnya Aku khawatir akan datang masa orang yang tidak memulai mengucapkan selamat akan dicela.
C. Bahwa penyambutan dan perayaan awal tahun menyerupai orang-orang Nasrani dalam perayaan mereka ketika masuk tahun baru masehi, 15 dan menyerupai orang-orang Yahudi yang merayakan tahun baru Yahudi pada bulan Oktober yang mereka namakan Hari Raya Paskah, dan menyerupai Majusi yang merayakan perayaan Nowruz, awal tahun Majusi, dan menyerupai orang-orang musyrik Arab pada masa jahiliyyah, mereka dahulu mengucapkan selamat kepada raja-raja mereka pada hari pertama bulan Muharram 16. dan menyerupai non muslim dari pengikut agama bathin yang dilarang, bahkan yang benar adalah orang-orang non muslim mengikuti orang-orang Islam yang berada di atas kebenaran.
Nabi bersabda: “Kita (umat Muhammad) adalah umat yang terakhir (datang ke dunia), tetapi kita adalah umat yang terdahulu (diadili) pada hari kiamat. Padahal seluruh umat telah diberi kitab sebelum kita, sedangkan kita (diberi kitab) setelah mereka. Kemudian pada hari ini, yakni hari yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kita, Allah telah memberikan petunjuk kepada kita. Dan umat-umat lain terkait dengan hari itu adalah pengikut, bagi orang-orang Yahudi adalah esok, sementara bagi orang-orang Nasrani adalah esok lusa”. Lalu apa yang terjadi sehingga kita menjadi pengikut mereka.17
D. Bahwa pengucapan selamat ini menjadi hujjah bagi orang yang menjadikan hari kemerdekaan dan pertolongan dan selainnya sebagai momentum dan perayaan. Dan orang yang mengatakan bolehnya mengucapkan selamat tahun baru tidak akan bisa membantah mereka karena kesamaan mereka, karena dalil yang mereka jadikan patokan juga dijadikan hujjah untuk mengalahkan mereka. - Kuatnya pendapat tidak menjawab orang yang memulai memberikan ucapan selamat, dan ddikuatkan dari beberapa sisi:
a. Bahwa sebagaimana tidak boleh memulai mengungkapkan selamat begitu juga tidak boleh membalas ucapan selamat tersebut; dan mengqiyaskannya dengan salam maka ini qiyas yang tidak benar, karena salam disunnahkan untuk memulainya ada dasarnya, dan menjawab salam wajib. Kalau kita qiyaskan dengan salam maka kita akan mewajibkan untuk menjawabnya! Bagaimana kita menerima Qiyas dari satu sisi dan menolak sisi yang lain?!!.
b. Berdalil untuk bolehnya menjawab ucapan selamat tahun baru dengan qiyas menjawab orang yang mengucapkan selamat hari raya adalah qiyas fasilitas (rusak), karena beberapa perkara diantaranya:
– Bahwasanya hari raya telah disyariatkan oleh Allah untuk para hamba-Nya.
– Tidak ada riwayat dari hadits Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan bolehnya mengucapkan selamat hari raya, hanya terdapat berbagai nukilan dari sebagian salaf yang kesimpulannya: bahwa mereka tidak memulai mengucapkan selamat pada hari raya untuk orang lain. Dan qiyas harus punya asal yang syar’iy yang bisa diqiyaskan, dan disini tidak ada asal yang bisa diqiyaskan untuk mengucapkan selamat. - Adapun menjawab ucapan selamat hari raya maka ada ulama yang membolehkannya, karena orang yang memberikan selamat pada hari raya ada dasarnya, dan hal itu adalah hari raya yang sesuai syariat. Adapun tahun baru, apabila kita jadikan hari raya (‘Ied) maka itu adalah hari raya bid’ah tidak sesuai syariat. Dan jika kita tidak menganggapnya sebagai hari raya lalu mengapa kita memberikan ucapan selamat?
- Bahwa menjawab orang yang mengucapkan selamat tahun baru bisa menjadi penetapan terhadap apa yang dilakukan oleh orang tersebut. Mungkin dia menganggap hal tersebut baik, bahkan bisa jadi dia mencela orang yang tidak memberikan ucapan selamat kepadanya dan menjauhi orang yang tidak menjawab ucapan selamat darinya.
Oleh karena itu; maka seyogyanya kita mengingkari perbuatan ini, akan tetapi dengan lemah lembut, ramah, dan nasehat yang baik. Sebagian salaf mengatakan: apabila ada yang memberikan ucapan selamat kepada seseorang maka dia pura-pura tidak membalas dan diam, sebagaimana aku teringat sebagian postingan di internet bahwa Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albaaniy – Rohimahullaah- ketika ada seseorang yang menelepon beliau, dan orang tersebut mengatakan ke beliau: Kullu ‘Aamin wa antum bikhoir, maka Syaikh Al-Albaaniy tidak menjawab orang tersebut dan diam sebentar kemudian tetap tidak menjawab ucapan selamat orang tersebut.
Catatan
1. Wushulul amany 83/1
2. Al ijaabaat almuhimmah fi masailil mulimmah (229)
3. Majmuul fatawa 253/24
4. Wushulul amany 83/1
5. ibid
6. Ibid
7. Fatawa lajnah daiman no 20775
8. Fatawa nur aladdarb.
9. Kaset al huda wannur no.323.
10. Alliqo asyahri 93/9
11. Adhiyaullami 702
12. Liqo baabul maftuh 93/9
13. Adhiyaullami 702
14. Alijaabat al muhimmah
15. A’yaadu syarq wah tifalatuhu 151-152.
16. Ajaibul makhluqot: 44
17. bukhori dan Muslim
Oleh ustadz Bagus Muidun














