Kembali

Hukum Pamer Kekayaan Untuk Konten di Youtube dan Sosial Media Dalam Islam

Media sosial (medsos) ibarat koin yang memiliki dua sisi. Di satu sisi, bisa berdampak positif bagi penggunanya. Namun, di sisi lain, bisa mendatangkan perbuatan dosa. Di antaranya, media sosial berpotensi dijadikan sarana memamerkan banyak hal, seperti harta, kendaraan, barang-barang mahal lainnya, bahkan anak.

Jika sikap pamer itu ditujukan untuk memotivasi banyak orang, alasan tersebut bisa saja digunakan. Namun, tetap tidak bisa dielakkan bahwa sekarang ini ada lebih banyak orang yang hidup berkekurangan. Karena itu, setiap orang yang aktif di media sosial harus peka terhadap kehidupan orang lain ketika hendak mengunggah sesuatu di sana.

Kalau hanya sekadar menunjukkan mobil yang banyak, tapi dipakainya jarang, dan sebagainya, itu sebetulnya bagi orang yang mengerti bukan sedang pamer kekayaan, melainkan sedang pamer betapa banyak hal yang harus dipertanggungjawabkan

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong meski hanya sebesar biji zarah. Tidak akan pula masuk neraka, yaitu seorang yang di dalam hatinya terdapat keimanan meski hanya sebesar biji zarah.”

Seorang sahabat kemudian berkata kepada Rasulullah, “Sesungguhnya aku merasa bangga, jika pakaianku bagus dan sandalku juga bagus.” Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa Allah SWT menyukai keindahan, tetapi yang dimaksud kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.

Salah satu cara meraih ketenaran yang populer akhir-akhir ini adalah, melalui konten – konten YouTube atau sosmed yang memamerkan kekayaan. Ada sebuah kepuasan tersendiri, saat video YouTube disaksikan oleh ratusan ribu atau jutaan viewer.

Nas-alullah as salaamah, semoga Allah menyelamatkan kita dari penyakit ini.

Dalam Al-Qur’an, Allah telah mengingatkan bahwa senang memamerkan kekayaan itu tidak baik. Dapat menjadi sumber kehancuran. Artinya, memamerkan kekayaan didasari kesombongan dan keangkuhan, hukumnya haram.

ألهاكمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8)

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (1) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (2) Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), (3) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (4) Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, (5) niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, (6) dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. (7) kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) (8).” (QS. At Takatsur: 1-8

Kata Imam Al-Qurtubi tentang makna

ألهاكمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (1) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (2),

شغلكم المباهاة بكثرة المال والعدد عن طاعة الله، حتى متم ودفنتم في المقابر

“Kalian telah disibukkan dengan berbangga-bangga dengan banyaknya harta dan jumlah kalian dari taat kepada Allah. Sampai kalian mati dan dikubur.”

Pamer kekayaan telah menyibukkan waktu, tenaga dan pikirannya. Sibuk mulai dari mencarinya yang motivasinya untuk dipamerkan. Sungguh ini motivasi yang sangat rendah. Hati selalu gelisah, gelisah saat mau memamerkan kekayaan, jangan-jangan ngga ada yang muji. Saat sudah dapat pujian atau jempol pun, masih gelisah, karena pujian ternyata tidak sesuai harapan. Saat sudah dapat pujian netizen sesuai harapan pun masih gelisah, jangan-jangan nanti pujian setelahnya tidak semeriah atau sepesial ini.

Sibuk pula dengan dihantui perasaan “jangan sampai ada menyaingi saya di sini.” Dan pasti akan ada pesaing, yang kemudian mendorong ia untuk berjuang kembali, agar bisa pamer harta lebih dari dia. Kata Nabi shalallahu alaihi wa sallam,

منهومان لا يشبع طالبهما : طالب علم ، وطالب الدنيا

Dua orang yang rakus yang tak akan pernah kenyang : pencari ilmu dan pencari dunia.” (HR. Thabrani, di dalam Al-Kabir)

FUNGSI KEKAYAAN BUKAN UNTUK DIPAMERKAN

Bagi sahabat sekalian yang dikaruniai Allah kekayaan, mari kita sadari bahwa fungsi dari kekayaan bukan untuk dipamerkan. Tapi :

1. Sebagai ujian dari Allah.

Kaya, bukan semata nikmat. Tapi, kaya adalah ujian. Allah ta’ala mengingatkan,

فَأَمَّا ٱلۡإِنسَٰنُ إِذَا مَا ٱبۡتَلَىٰهُ رَبُّهُۥ فَأَكۡرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّيٓ أَكۡرَمَنِ

Maka adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya dengan memuliakannya dan memberinya kenikmatan padanya, dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.”
(QS. Al-Fajr, 15)

Dalam ayat di atas, Allah menyebut nikmat sebagai ujian. Ujian untuk apa? Ujian apakah bersyukur atau kufur. Saat kita menyadari kekayaan adalah ujian, apakah pantas kita pamer-pamerkan? Kita sedang diuji Allah, apa iya terus kita anggap enteng dan sombong memamerkan, “Kawan-kawan saya lagi diuji Allah nih..” Jika ujian dunia yang dari manusia saja, kita cemas dan serius, masak iya ujian Allah kita becandain?! Buat sombong-sombogan?! Buat main-main?!

2. Menjadi wasilah ke surga.

Fungsi harta yang sesungguhnya, adalah menjadi jembatan ke surga. Segala jalan yang bisa menghantarkan anda ke surga melalui jalan harta, silahkan dikejar sekencang-kencangnya dengan harta anda.

Karena kenyataannya banyak kebaikan dunia dan akhirat yang masuk dari pintu harta.
Seperti salahsatu pintu pahala Jariyah adalah, melalui jalur harta.

Jika manusia meninggal dunia, “Kata Nabi shalallahu alaihi wa sallam, “maka amalnya terputus kecuali karena tiga amal.

Salahsatunya :

صدقة جارية

Sedekah jariyah. (HR. Muslim)

Dengan memginfakkan harta, kita bisa dapat doa dari malaikat. Nabi shalallahu alaihi wa sallam yang mengabarkan :

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Ketika hamba berada di setiap pagi, ada dua malaikat yang turun dan berdoa, “Ya Allah berikanlah ganti pada yang gemar berinfak (rajin memberi nafkah pada keluarga).”

Malaikat yang lain berdoa, “Ya Allah, berikanlah kebangkrutan bagi yang enggan bersedekah (memberi nafkah).” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010)

Haji dan umrah, juga perlu harta. Serta masih banyak pahala lainnya yang bisa diraih dengan harta.

Jadi, jadikanlah harta menjadi jembatan menuju surga Allah ‘azza wajalla.

Sekian….

Semoga dapat mencerahkan kita semua. Wallahul muwaffiq.

Sumber :

5 1 Pilih
Article Rating
BAGIKAN POSTINGAN INI
guest
0 Comments
tertua
Terbaru Suara Terbanyak
Tanggapan Sebaris
Lihat semua komentar
Butuh Bantuan?